Kamis, 15 Juni 2017

Bapak Tua Pemulung Sampah

Malam ini, baru saja aku keluar dari sebuah minimarket. Aku menggeser kursi yang berada di depan minimarket tersebut. Sambil menunggu barang paketan, aku duduk dan mengamati keadaan sekitar.
Seorang bapak tua berjalan mendekati minimarket. Hap! Tangannya mendarat di sebuah bak sampah. Kedua tangannya memilah sampah lalu memasukkannya ke dalam gerobak.
"Ya Allah.. sejahterakanlah hidup bapak tua itu," gumamku sambil terus memandang bapak tua tersebut.
Hatiku sedikit teriris melihat matanya yang nampak tak segar lagi. Pandangannya tertuju kepada salah satu mobil pribadi yang terparkir disitu. Ah, aku tidak tega melihatnya. Mungkin saja ia berharap mempunyai sebuah mobil, yang memang belum pernah ia tumpangi.
Dunia ini terlalu luas kalau harus memikirkan kehidupan diri sendiri. Dunia ini terlalu luas kalau harus terus mengeluh kepada kekurangan dan musibah yang menimpa diri.
Di luar sana, dalam balutan angin malam.. atau panasnya terik matahari siang, tidak sedikit mereka yang kelaparan, tidak sedikit mereka yang bekerja mencari nafkah yang halal demi menghidupi keluarga, ketimbang harus mengemis dan mengamen ria.
Mereka, yang mungkin hidupnya tidak setenang kita, tidak sesejahtera kita. Namun tekadang kita kuffur nikmat. Terus merasa kurang terhadap apa yang Allah cukupkan. Padahal, tak sedikit mereka yang berjuang supaya hari ini bisa makan.

Hayati, nikmati, syukuri.
Haadzaa min fadhli rabbii...

Rindu Bapak Satpam

Hari telah senja. Aku melangkah menuju jalanan selepas sembahyang ashar.
Di pintu gerbang sekolah, aku berjumpa dengan kursi-kursi yang diduduki para satpam penjaga sekolah.
Gagah, memang. Aku suka ketegasan mereka. Namun, dada ini terlalu lunak untuk menerima perkataan tajam dari lisan mereka.
Kucoba jelaskan apa yang kukerjakan. Namun sepertinya mereka tetap tak faham. Mulutku komat-kamit meluapkan emosi. Hingga air mata pun jatuh membasahi pipi.
Kalau saja aku tak sabaran, mungkin lisanku akan mengeluarkan samurai-samurai andalanku. Tapi untuk apa. Semua itu tak ada gunanya. Aku hanya bisa jelaskan dan tersenyum lepas untuk mereka. Lalu menangis di depan layar ponsel, sambil mengetik ceritaku di aplikasi Blogger.
Ku do'akan, semoga bapak satpam menjadi hamba yang Allah ridhai. Aamiin